BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan atau development dapat diartikan sebagai
suatu gagasan yang dibuat menjadi teori sebagai jalan keluar bagi negara
berkembang (negara yang muncul setelah perang dunia kedua dan telah sekian lama
dijajah) untuk mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju (pada umumnya
negara penjajah/imperialis), sehingga terjadi pergeseran dari masyarakat
pertanian subsistem menjadi masyarakat modern yang berbasiskan industri
berteknologi tinggi.Dalam semangat itulah, Indonesia yang turut serta secara
aktif dalam derap gempita pembangunan, sekitar tahun60-an mulai menyusun dan
mengerjakan proses pembangunan ekonomi dengan ketat dan sistematis demi
mengejar capaian pertumbuhan. Kata pembangunan sendiri dirujuk dari kampanye
presiden Amerika Harry S. Truman dalam mengumumkan kebijakan pemerintahannya
dengan membuka era pembangunan untuk dunia. Hal itu dilakukan dengan tujuan
untuk mengukuhkan legitimasi Amerika sebagai negara adidaya dan berkuasa di
dunia yang didasarkan pada kapasitas produksi dan kekuatan finansialnya yang
nyaris tidak tertandingi oleh negara lainnya. Selain itu kampanye itu juga
tidak terlepas dari kepentingan perang dingin antara kapitalis dengan (Amerika)
dalam menahan laju sosialisme-komunisme (soviet) di Indonesia.Dari alur sejarah
demikian sebenarnya dapat dipahami bahwa pembangunanisme merupakan bentuk lain
dari kolonialisme yang dirancang oleh negara-negara maju/kapitalis untuk tetap
mempertahankan dominasinya dinegara dunia ketiga.
Sejak tampilnya suharto
ketampuk pemerintahan, secara resmi pembangunanisme menjadi pedoman pemerintah
untuk menuju kemakmuran. Teori petumbuhan Rostow yang membagi perkembangan
masyarakat kedalam lima tahap menjadi kerangka acuan penyusunan pembangunan
lima tahun (PELITA). Agak berbeda dengan negara kapitalis maju yang proses
kelahiran dan perkembangannya berasal dari kontradiksi didalam hubungan
produksi, yaitu antara kaum borjuasi yang menguasai alur perdagangan dan
keuangan serta teknologi dengan kaum raja/bangsawan yang berada distrata paling
tinggi dalam piramida social. Di Indonesia, terutama pada fase orde baru
kapitalisme tidak lahir dari hasil pertentangan antara kaum borjuasi dengan
kaum feudal, tetapi lelahirannya dikawal oleh kekuatan militeristik yang memang
sejak sebelumnya menjadi kelompok dominan dan dapat dukungan negara-negara
kapitalis maju sehingga kuat secara politik dan ekonomi.
Dengan kondisi ini, dalam waktu singkat basis
perekonomian Indonesia berubah dari pertanian ke industrialisasi. Namun pada
waktu yang sama, akibat tidak utuhnya komitmen pelaksana pembangunan serta
lambannya pembangunan unsur kelembagaan penyangga industrialisasi, terjadi
ketimpangan sektoral sekaligus dalam penilaian mikro juga menunjukkan
ketimpangan pendapatan antara pelaku sector industri dengan pelaku sector
lainnya (terutama pertanian). Matinya industri kecil di pedesaan serta
berkurangnya kesempatan kerja disektor industri menyebabkan semakin lemahnya
posisi golongan miskin sehingga disparitas kaya miskin semakin lebar. Dalam
kondisi demikian tenaga kerja tidak memiliki pilihan lain selain terjun
kesektor jasa yang merupakan sector pemenuhan kebutuhan tersier, dari sini
terlihat bahwa tumbuhnya sebagian besar sector jasa bukan merupakan hasil
evolusi kenaikan produktivitas dan kenaikan struktur permintaan efektif tapi
lebih merupakan sebagai alternatif pengurangan banjirnya tenaga kerja dari sektor
lain. Sedangkan disektor perdagangan, Indonesia semakin terintegrasi secara
penuh pada perputaran barang/jasa skala global.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Teori
Pembangunan
Teori
Rostow mengemukakan tahapan transisi dari masyarakat tradisional menjadi modern
merupakan pentahapan yang harus dilalui oleh setiap negara.
Tahapan
perkembangan negara tersebut adalah:
1. Masyarakat tradisional (the traditional society),
2. Prakondisi untuk tinggal landas menuju pertumbuhan berkelanjutan (the preconditions
1. Masyarakat tradisional (the traditional society),
2. Prakondisi untuk tinggal landas menuju pertumbuhan berkelanjutan (the preconditions
for take-off),
3. Tahap tinggal landas (the take-off),
4. Tahap menuju kedewasaan ( the drive to maturity),
5. Tahap masyarakat dengan tingkat konsumsi tinggi (the age of high mass
consumption).
3. Tahap tinggal landas (the take-off),
4. Tahap menuju kedewasaan ( the drive to maturity),
5. Tahap masyarakat dengan tingkat konsumsi tinggi (the age of high mass
consumption).
Teori
pembangunan Arthur Lewis, pembahasannya lebih pada proses
pembangunan antara daerah kota dan desa, diikuti proses urbanisasi antara kedua
tempat tersebut. Selain itu teori ini juga mengulas model investasi dan system
penetapan upah pada sistem modern yang juga berpengaruh pada arus urbanisasi
yang ada. Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya
terbagi menjadi dua :
1. Perekonomian tradisional
1. Perekonomian tradisional
Lewis berasumsi bahwa daerah pedesaan
dengan perekonomian tradisional mengalami
surplus tenaga kerja. Surplus tersebut erat kaitannya dengan basis utama perekonomian
tradisional. Kondisi masyarakat berada pada kondisi subsiten akibat perekonomian yang
subsisten pula yang ditandai nilai produk marginal dari tenaga kerja yang bernilai nol.
Kondisi ini menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja justru akan mengurangi total
produksi yang ada, sebaliknya dengan mengurangi tenaga kerja justru tidak mengurangi total produksi yang ada. Dengan demikian, nilai upah riil ditentukan oleh nilai rata-rata produk marginal, dan bukan produk marginal dari tenaga kerja itu sendiri.
2.Perekonomian industri
surplus tenaga kerja. Surplus tersebut erat kaitannya dengan basis utama perekonomian
tradisional. Kondisi masyarakat berada pada kondisi subsiten akibat perekonomian yang
subsisten pula yang ditandai nilai produk marginal dari tenaga kerja yang bernilai nol.
Kondisi ini menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja justru akan mengurangi total
produksi yang ada, sebaliknya dengan mengurangi tenaga kerja justru tidak mengurangi total produksi yang ada. Dengan demikian, nilai upah riil ditentukan oleh nilai rata-rata produk marginal, dan bukan produk marginal dari tenaga kerja itu sendiri.
2.Perekonomian industri
Sektor industri berperan penting dalam
sektor ini dan letaknya pula di perkotaan. Pada sektor ini menunjukkan bahwa
tingkat produktivitas sangat tinggi termasuk input dan tenaga kerja yang
digunakan. Nilai marginal terutama tenaga kerja, bernilai positif dengan
demikian daerah perkotaan merupakan tempat tujuan bagi para pencari kerja dari
daerah pedesaan. Jika ini terjadi maka penambahan tenaga kerja pada
sektor-sektor industri akan diikuti pula oleh peningkatan output yang
diproduksi. Dengan demikian, industri perkotaan masih menyediakan lapangan
pekerjaan bagi penduduk desa. Selain lapangan kerja yang tersedia tidak kalah
menarik tingkat upah di kota yang mencapai 30%, dan ini kemudian menjadi ketertarikan
bagi penduduk desa dalam melakukan urbanisasi.
2.
Penerapan
Teori Development di Indonesia
Ketika membicarakan masalah Indonesia dengan mengaitkan
akan eksistensi paham Development di Negara ini, maka kita akan bericara
panjang dalam wacana Indonesia pada masa Orde baru,karena masa keemasan paham
Developmentalism di Indonesia terjadi pada masa Rezim Orde Baru yang tampuk
pemerintahan bukan dipegang oleh Negarawan tetapi di pegang oleh militer yang
otoriter. Sebenarnya, sebelum masa Orde Baru yaitu ketika Presiden Sukarno
masih berkuasa,paham Developmentalism yang notabene adalah bentuk baru dari
kolonialisasi tidak mampu masuk di Indonesia karena dengan tegas Sukarno
mengatakan tidak kepada bantuan – bantuan asing dengan perkataannya yang sangat
terkenal go to hell with your aids.
Sejak tahun
1967,Pemerintah Militer otoriter di Indonesia dibawah Soeharto menjadi
pelaksana teori pertumbuhan Rostow yang notabene adalah sepupu dari
Developmentalisme dan pada saat itu Pemerintah Indonesia menjadikan landasan
pembangunan jangka panjang yang ditetapkan secara berkala untuk waktu lima
tahun { PELITA } sehingga pada masa Rezim Orde Baru, Indonesia sepenuhnya
mengimplementasikan teori pembangunan kapitalistik yang bertumpu pada ideology
dan teori modernisasi serta implementasi teori pertumbuhan. Eksistensi paham
Developmentalism baru terjadi di Indonesia ketika Rezim Orde Baru
berkuasa,sejak terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret { Supersemar }.Indonesia
kemudian mendewa – dewakan apa yang disebut pembangunan, sehingga apapun
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada demi terwujudnya apa yang disebut
pembangunan,mulai dari bergabung dengan IGGI pada tahun 1967.
Pemerintah Indonesia
benar – benar menjadikan pembangunan sebagai tolak ukur dalam melakukan
Sesuatu,maka pinjaman – pinjaman dari luar pun mengalir kedalam Indonesia, dengan
pinjaman tersebut, maka secara otomatis Pemerintah mampu membangun sarana
prasarana yang mewah, mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut adalah
semu.akan banyak masalah yang muncul dari fenomena diatas seperti kita akan
membayar pinjaman – pinjaman tersebut beberapa tahun mendatang dengan bunga
yang mencekik yang ujung – ujungnya rakyatlah yang akan menanggungnya, dan hal
inilah yang sebenarnya menjadi tujuan utama orang – orang pelopor
Developmentalisme.
Ada banyak sekali
ketimpangan dengan teori pembangunan yang di dewakan Indonesia pada masa Orde
Baru, karena dalam watak pemerintah pada saat itu bahwa pembangunan adalah hal
yang mutlak dilakukan agar Negara mampu berbicara banyak di dunia Internasional
tanpa memperhatikan aspek lain yang mungkin akan dirugikan dengan pembangunan
tersebut, seperti contoh bahwa pembangunan berkelanjutan yang pernah
dicanangkan di Indonesia tidak punya waktu yang jelas dan tidak terukur
sehingga hal tersebut menimbulkan polemik di bidang ekologi karena dengan
program pembangunan yang terus berlangsung tanpa jangka waktu maka secara
otomatis bidang ekologi akan menjadi sasaran empuk untuk dijadikan lading
eksploitasi demi kejayaan pembangunan. Hal yang tidak pernah disadari oleh para
stake holders di Negara Indonesia pada masa Orde baru dengan menerapkan
pembangunan adalah bahwa pembangunan yang berkedok ingin membantu kita keluar
dari masalah ternyata malah menimbulkan banyak sekali masalah kehidupan seperti
kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan. Kita tidak pernah menyadari bahwa
Developmentalisme yang dicetuskan oleh orang – orang kapitalisme adalah alat
baru Mereka untuk menjajah Negara – Negara dunia ketiga termasuk
Indonesia,mereka berkedok dengan konsep yang membuai kita seperti membangun
Nation-State dengan basis yang sangat mapan untuk nilai – nilai luhur untuk
membangun integritas Nasional,konsep Merekapun berjalan diatas birokrasi
modern,doktrin yang disebarkan di tengah – tengah Negara dunia ketiga adalah
bahwa untuk mencapai kehidupan yang lebih baik maka kita harus bergerak dari
kehidupan tradisional menuju ke kehidupan yang serba modern,makanya dalam
proses peralihan tersebut, pemerintah kita banyak sekali mengabaikan aspek
kehidupan seperti di lingkungan yang di eksploitasi demi apa yang di namakan
Modernisasi,kehidupan masyarakat kecil yang terus terusik kehidupannya karena
sering digusur demi apa yang namanya keindahan kota meskipun melanggar Undang –
undang. Hal tepenting yang Saya pahami dengan penerapan Developmentalism di
Indonesia pada masa Orde Baru adalah bawa keuntungan yang didapatkan dari
Pembangunanisme tersebut memang ada namun hanya kaum Borjuis dalam hal ini
pemerintah yang berkuasalah yang mendapatkan semua keuntungan tersebut,kaum
Proletar hanyalah menjadi korban eksploitasi untuk mencapai kepentingan
pemerintah. Hal lain yang di abaikan oleh pemerintah kita pada masa Orde Baru
adalah ternyata mereka mengingkari sendiri UUD 1945 pasal 33 {1} yaitu
Bumi,Air, Udara dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar – besarnya untuk
kepentingan rakyat, ketika hal ini dihubungkan dengan konsep pembangunan ala
Rezim Orde Baru maka banyak hal yang terabaikan didalamnya,dimana ketiga
dimensi tersebut ternyata dikuasai oleh Negara namun mereka sendiri yang
mendapatkan keuntungan didalamnya.
Ada suatu sisi di
Indonesia yang memperparah keadaan Negara Indonesia dimana Birokrasi kita masih
dipenuhi oleh para Mafia Berkeley yang menjadi penguasa komprador di Indonesia
yang selalu mengikut kepada kepentingan Asing, selama mereka masih bercokol di
Negara ini maka Indonesia akan di eksploitasi terus menerus,generasi mereka
selalu menguasai kita mulai dari Emil Salim sampai sekarang yang paling populer
adalah Sri Mulyani, dan lobi – lobi asing selalu melalui mereka. Seandainya
saja bahwa krisis Ekonomi tidak menghancurkan Negara Indonesia pada tahun
1997,mungkin saja semua elemen Masyarakat akan semakin percaya terhadap apa
yang dinamakan Developmentalisme dan Globalisasi,dengan munculnya krisis yang
mengerikan tersebut maka terbongkar pulalah kejahatan Developmentalisme,dimana
hal tersebut membawa Rakyat menjadi kuli di negaranya sendiri. Krisis pada saat
itu pecah ketika keburukan – keburukan system yang diterapkan oleh Pemerintah
sudah mencapai puncaknya,utang luar negeri sudah membengkak,kerusakan di sector
Ekologi sudah sangat parah,Masyarakat hidup dalam ketidakmenentuan politik, segala
sesuatu harus dikerjakan sesuai dengan keinginan pemerintah. Developmentalisme
berjaya di Indonesia sejak dekade 1960-an karena ditopang oleh tiga kekuatan
besar yaitu ABRI, Birokrasi dan Golkar,namun meskipun ketiga unsur tersebut
menggawangi Rezim Orde Baru dengan slogan pembangunannya namun akhirnya runtuh
ketika Stabilitas politik, Ekonomi dan aspek kehidupan lainnya sudah tidak
menentu yang puncaknya berakhir pada kegagalan Ekonomi yang di tandai dengan
the Great depression pada tahun 1997.
Berdasarkan
kedua teori yang telah dikemukakan, Indonesia merupakan berkembang yang sedang
mengalami tahap demi tahap dari yang dikemukakan dalam teori tersebut.
Indonesia sedang bergerak dari tradisonal menuju tahap konsumsi tinggi atau
dari tradisional menuju perekonomian industri. Dalam tahap-tahap itu terdapat
sisi positif dan negatif yang muncul, kedua sisi ini tidak dapat kita hindarkan
karena pembangunan merupakan sebuah proses. Salah satu contoh dari proses
pembangunan di Indonesia beradasarkan kedua teori di atas adalah urabanisasi.
Urabanisasi merupakan akibat dari munculnya industri di perkotaan dan mulai
ditinggalkannya pertanian di pedesaan. Di dalam teori migrasi klasik,
perpindahan ini disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor pendorong (push
factor) dari daerah asal dan faktor penarik (pull factor) dari daerah tujuan. Dalam
proses modernisasi, urbanisasi dipandang sebagai perubahan dari orientasi
tradisional ke orientasi modern dimana terjadi difusi modal, teknologi, nilai-nilai,
pengelolaan kelembagaan dan orientasi politik dari dunia modern ke masyarakat
yang lebih tradisional. Tidak hanya proses difusi, tetapi juga proses
intensifikasi pada beragam etnis, suku, agama dan mata pencaharian.
Pada dasarnya ubanisasi menimbulkan dampak negatif maupun dampak positif. Keban,
(1995) mencoba menjelaskan pandangan Arthur Lewis dan Myrdal tentang dampak yang
bertolak belakang tersebut. Menurut Lewis, sektor modern yang terdapat di daerah perkotaan jauh lebih produktif dari pada sektor tradisional yang biasanya terdapat di pedesaan. Untuk kepentingan makro, dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional, Lewis menyarankan agar tenaga kerja yang kurang produktif/tidak produktif di daerah pedesaan harus pindah ke kota dan bekerja pada sektor modern. Secara agregat, semua tenaga kerja ini akan menyumbang terhadap total pendapatan nasional.
Sebaliknya, Myrdal kemudian mencoba memberikan pemahaman tentang dampak negatif
yang dapat ditimbulkan oleh urbanisasi bahwa daerah pedesaan (daerah belakang) akan
kehilangan tenaga kerja, dengan demikian sektor pertanian akan terhambat, karena kesulitan mencari tenaga kerja di pedsaan. Kondisi ini akan mempengaruhi produktivitas pertanian semakin menurun. Dampak yang lebih luas, juga akan mempengaruhi industri yang berkembang di kota yang membutuhkan produk pertanian pedesaan. Jika pengaruhnya besar bagi industri, maka pertumbuhan GNP akan menurun. Kedua pendapat ini penting, karena dengan demikian urbanisasi harus dikendalikan. Jika tidak, urbanisasi akan mendatangkan masalah besar yang menghambat jalannya proses pembangunan
Indonesia menerapkan kebijaksanaan urbanisasi melalui dua pendekatan. Pertama,
mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar ebih maju dengan memiliki ciri-ciri sebagai
daerah perkotaan yang dikenal dengan “urbanisasi pedesaan”.Kedu a,mengemban gk an
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang dikenal dengan “daerah penyangga pusat
pertumbuhan”. Pendekatan pertama berupaya untuk “mempercepat” tingkat urbanisasi tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan yang bersifat non- ekonomi. Perubahan tingkat urbanisasi tersebutdiharapkan akan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian daerah-daerah pedesaan didorong pertumbuhannya agar memiliki ciri-ciri kekotaan. Penduduk desa tersebut dapat dikategorikan sebagai “orang kota” walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang memiliki warna pedesaan. Hal ini sejalan dengan istilah wisata pantai atau kota pantai, desa wisata agribisnis, dan lain-lain. Kebijaksanaan kedua adalah mengembangkan kota-kota kecil dan sedang yang selama ini telah ada untuk mengimbangi pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan.
Sejalan dengan makin berkembangnya proses pengkotaan daerah sekitar kota, maka
penyerapan angkatan kerja di sektor pertanian pun mengalami penurunan. Faktor yang paling besar kontribusinya dalam hal ini adalah konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan pemukiman, industri dan rekreasi. Konsekuensinya adalah tenaga kerja pertanian akan beralih ke sector manufaktur dan sektor jasa. Pada kenyataannya sektor jasa menjadi sektor yang cukup diminatidibandingkan dengan sektor manufaktur. Akan tetapi sektor formal dan informal menunjukkan angka yang tidak mencolok.
Untuk daerah pedesaan, mereka yang terserap di sektor pertanian 36.674.901 orang (58 %), manufaktur sebanyak 7.231.460 (11 %) dan jasa sebanyak 17.430.901 (28 %). Sektor formal menyerap 9.764.644 (9 %) dan sektor informal menyerap 46.712.643 (41 %). Daerah pedesaan masih didominasi oleh sektor pertanian dan informal. Selain dari lapangan kerja dan kesempatan kerja yang tersedia, hal ini sangat berkaitan erat dengan keadaan psikososial maupun sosial ekonomi dari masyarakat pedesaan seperti struktur masyarakatnya yang sederhana, mata pencaharian homogen, kekerabatan yang tinggi, non materialis,kindship, organisasi sosialnya sederhana, dan mobilitas rendah.
Masalah klasik yang dihadapi berkaitan dengan urbanisasi selalu pada “urbanisasi tidak
terkendali”. Ini terjadi sebagai akibat dari praktek sistem ekonomi yang terlalu mementingkan modernisasi industri di kota dan telalu mengutamakan sektor modern di kota. Akibatnya tidak mampu menyediakan pemenuhan kebutuhan dasar bagi penduduk kota maupun penduduk desa. Arus urbanisasi yang pesat juga merupakan kelemahan masyarakat yang tidak mampu menciptakan pasaran dalam negeri yang memadai untuk mendorong produksi (baik pertanian maupun industri).
Bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, kebijakan pembangunan yang
mengabaikan sektor pertanian telah menimbulkan tidak memadainya pertumbuhan
pendapatan di daerah pedesaan. Di sisi lain, kebijakan mengimpor teknologi padat modal
secara besar-besaran untuk mencapai industrialisasi dengan segera telah menyebabkan
pertumbuhan kesempatan kerja di kota tidak sesuai dengan jumlah orang yang mencari
pekerjaan. Ribuan petani di pedesaan kehilangan tanah karena mekanisasi pertanian yang
belum waktunya, alih fungsi lahan yang semakin terus meningkat menimbulkan gejala baru yang menyebabkan petani harus berpindah ke kota-kota yang tumbuh dengan pesat, tetapi apa yang diharapkan mereka ternyata tidak terwujud.
Dari pemaparan di atas ternyata urabnisasi merupakan dampat dari moderniasi yang
mempunyai sisi positif dan negatif.
Pada dasarnya ubanisasi menimbulkan dampak negatif maupun dampak positif. Keban,
(1995) mencoba menjelaskan pandangan Arthur Lewis dan Myrdal tentang dampak yang
bertolak belakang tersebut. Menurut Lewis, sektor modern yang terdapat di daerah perkotaan jauh lebih produktif dari pada sektor tradisional yang biasanya terdapat di pedesaan. Untuk kepentingan makro, dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional, Lewis menyarankan agar tenaga kerja yang kurang produktif/tidak produktif di daerah pedesaan harus pindah ke kota dan bekerja pada sektor modern. Secara agregat, semua tenaga kerja ini akan menyumbang terhadap total pendapatan nasional.
Sebaliknya, Myrdal kemudian mencoba memberikan pemahaman tentang dampak negatif
yang dapat ditimbulkan oleh urbanisasi bahwa daerah pedesaan (daerah belakang) akan
kehilangan tenaga kerja, dengan demikian sektor pertanian akan terhambat, karena kesulitan mencari tenaga kerja di pedsaan. Kondisi ini akan mempengaruhi produktivitas pertanian semakin menurun. Dampak yang lebih luas, juga akan mempengaruhi industri yang berkembang di kota yang membutuhkan produk pertanian pedesaan. Jika pengaruhnya besar bagi industri, maka pertumbuhan GNP akan menurun. Kedua pendapat ini penting, karena dengan demikian urbanisasi harus dikendalikan. Jika tidak, urbanisasi akan mendatangkan masalah besar yang menghambat jalannya proses pembangunan
Indonesia menerapkan kebijaksanaan urbanisasi melalui dua pendekatan. Pertama,
mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar ebih maju dengan memiliki ciri-ciri sebagai
daerah perkotaan yang dikenal dengan “urbanisasi pedesaan”.Kedu a,mengemban gk an
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang dikenal dengan “daerah penyangga pusat
pertumbuhan”. Pendekatan pertama berupaya untuk “mempercepat” tingkat urbanisasi tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan yang bersifat non- ekonomi. Perubahan tingkat urbanisasi tersebutdiharapkan akan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian daerah-daerah pedesaan didorong pertumbuhannya agar memiliki ciri-ciri kekotaan. Penduduk desa tersebut dapat dikategorikan sebagai “orang kota” walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang memiliki warna pedesaan. Hal ini sejalan dengan istilah wisata pantai atau kota pantai, desa wisata agribisnis, dan lain-lain. Kebijaksanaan kedua adalah mengembangkan kota-kota kecil dan sedang yang selama ini telah ada untuk mengimbangi pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan.
Sejalan dengan makin berkembangnya proses pengkotaan daerah sekitar kota, maka
penyerapan angkatan kerja di sektor pertanian pun mengalami penurunan. Faktor yang paling besar kontribusinya dalam hal ini adalah konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan pemukiman, industri dan rekreasi. Konsekuensinya adalah tenaga kerja pertanian akan beralih ke sector manufaktur dan sektor jasa. Pada kenyataannya sektor jasa menjadi sektor yang cukup diminatidibandingkan dengan sektor manufaktur. Akan tetapi sektor formal dan informal menunjukkan angka yang tidak mencolok.
Untuk daerah pedesaan, mereka yang terserap di sektor pertanian 36.674.901 orang (58 %), manufaktur sebanyak 7.231.460 (11 %) dan jasa sebanyak 17.430.901 (28 %). Sektor formal menyerap 9.764.644 (9 %) dan sektor informal menyerap 46.712.643 (41 %). Daerah pedesaan masih didominasi oleh sektor pertanian dan informal. Selain dari lapangan kerja dan kesempatan kerja yang tersedia, hal ini sangat berkaitan erat dengan keadaan psikososial maupun sosial ekonomi dari masyarakat pedesaan seperti struktur masyarakatnya yang sederhana, mata pencaharian homogen, kekerabatan yang tinggi, non materialis,kindship, organisasi sosialnya sederhana, dan mobilitas rendah.
Masalah klasik yang dihadapi berkaitan dengan urbanisasi selalu pada “urbanisasi tidak
terkendali”. Ini terjadi sebagai akibat dari praktek sistem ekonomi yang terlalu mementingkan modernisasi industri di kota dan telalu mengutamakan sektor modern di kota. Akibatnya tidak mampu menyediakan pemenuhan kebutuhan dasar bagi penduduk kota maupun penduduk desa. Arus urbanisasi yang pesat juga merupakan kelemahan masyarakat yang tidak mampu menciptakan pasaran dalam negeri yang memadai untuk mendorong produksi (baik pertanian maupun industri).
Bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, kebijakan pembangunan yang
mengabaikan sektor pertanian telah menimbulkan tidak memadainya pertumbuhan
pendapatan di daerah pedesaan. Di sisi lain, kebijakan mengimpor teknologi padat modal
secara besar-besaran untuk mencapai industrialisasi dengan segera telah menyebabkan
pertumbuhan kesempatan kerja di kota tidak sesuai dengan jumlah orang yang mencari
pekerjaan. Ribuan petani di pedesaan kehilangan tanah karena mekanisasi pertanian yang
belum waktunya, alih fungsi lahan yang semakin terus meningkat menimbulkan gejala baru yang menyebabkan petani harus berpindah ke kota-kota yang tumbuh dengan pesat, tetapi apa yang diharapkan mereka ternyata tidak terwujud.
Dari pemaparan di atas ternyata urabnisasi merupakan dampat dari moderniasi yang
mempunyai sisi positif dan negatif.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hal mendasar yang saya
pahami dari kebobrokan teori pembangunan yang diterapkan di Indonesia pada masa
Orde baru adalah ketimpangan – ketimpangan dari program yang dicanangkan
pemerintah pada saat itu terutama program Pelita yang mereka agung – agungkan
sebagai program terbaik sepanjang sejarah Indonesia diamna dalam program Pelita
tersebut,kita dituntut untuk terus menerus menerus membangun dalam semua sector
kehidupan tanpa memperhatikan keseimbangan didalamnya,sehingga apa yng terjadi
kemudian adalah stabilitas di bidang Ekolgi yang tidak menentu karena terus –
menerus dieksploitasi, pada kehidupan masyarakat pinggiran yang terus dihantui
penggusuran demi kenyamanan kota. Program Pelita juga menimbulkan masalah yang
amat sukar dimana dana – dana yng dipakai dalam menalangi pembangunan di
Indonesia adalah dana yang berasal dari luar negeri yang mereka anggap bantuan
dalam pada dasarnya,itu semua adalah utang yang harus dibyar dikemudian hari dimaana
bunganya lebih besar dari dana pokok. Hal yang kesekian yang Saya pahami dari
kelicikan Orang – orang kapitalis adalah mereka sendiri yang menyuarakan apa
itu teori pembangunan atau Development kemudian menawarkan kepada Negara –
Negara dunia ketiga,setelah suatu Negara mulai menerapkan system
tersebut,mereka lalu memberikan pinjaman sebagai dana untuk
membangunan,sehingga apa yang terjadi kemudian adalah semua keuntungan akan
mengalir ke Negara – Negara Asing,sedangkan menurut beberapa ahli bahwa Development
tersebut adalah kemasan baru kolonialisasi Asing.
B.
Saran
Yang perlu kita lakukan
sekarang adalah kita harus berani keluar dari lingkaran setan tersebut, kembali
kepada konsep Bung Karno yang berani mengatakan tidak pada dominasi Asing.
DAFTAR PUSTAKA
Senin/5/12/2011
10:23
·
Simanjuntak, Drs. B., SH. Dan Dra I.L.
1986. Pasaribu. Sosiologi Pembangunan.
Tarsito. Bandung.
Halo, nama saya SALSABILLA ZULFKAR
BalasHapus, memangsa hukuman di tangan kreditor palsu. Saya kehilangan sekitar Rp. 300.000.000 karena saya membutuhkan modal besar Rp. 300.000.000.000. Saya hampir mati, saya tidak punya tempat untuk pergi. Perdagangan saya hancur, dan dalam proses itu saya kehilangan anak dan ibu saya. Saya tidak tahan lagi dengan kejadian ini. Minggu lalu saya bertemu dengan seorang teman lama yang mengundang saya ke seorang ibu yang baik, Ms. KARINA ROLAND LOAN COMPANY, yang akhirnya membantu saya mendapatkan pinjaman sebesar Rp500.000.000.000
Ibu yang baik, saya ingin mengambil kesempatan ini untuk menerima ucapan terima kasih saya, dan semoga Tuhan terus memberkati ibu yang baik KARINA ROLAND dan teman saya. Saya juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk memberikan saran kepada orang Indonesia lainnya, ada banyak penipu di sana, jadi jika Anda memerlukan pinjaman dan keamanan dan siapa pun yang membutuhkan pinjaman harus cepat, hubungi KARINA ROLAND melalui email karinarolandloancompany@gmail.com
Anda masih dapat menghubungi ibu whatsApp nomor +1 (312) 8721- 592
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email: (salsabillazulfikar4@gmail.com). untuk informasi lebih lanjut.
Nama saya Rahma Henny dari Ajman di Dubai UAE, saya adalah korban penipuan di tangan pemberi pinjaman, saya ditipu $ 3.000 karena saya membutuhkan pinjaman $ 90.000 untuk modal ventura dan hutang. Saya frustrasi saya tidak punya tempat untuk pergi, dan bisnis saya hancur dalam proses.
BalasHapusItu semua terjadi pada Maret 2019, sampai saya bertemu orang-orang daring yang bersaksi tentang pemberi pinjaman nyata Mrs. GRACE ALEXANDER jadi saya mengajukan pertanyaan dan dia memperkenalkan saya kepada seorang ibu GRACE yang baik yang akhirnya membantu saya mendapatkan pinjaman tanpa jaminan $ 90.000 dengan suku bunga rendah. di perusahaan pinjaman GRACE ALEXANDER.
Saya ingin mengambil kesempatan ini untuk berterima kasih kepada Ny. Grace, semoga Tuhan terus memberkati Anda, Ibu Grace atas kejujuran dan perbuatan baik Anda.
Jika Anda membutuhkan pinjaman atau pinjaman tanpa jaminan, segera hubungi ibu Grace dengan mengirim email ke (gracealexanderloancompany@gmail.com)
CEO Tel.: +1(407)792-5682
WhatsApp: +1(407)792-5682
Anda juga dapat menghubungi saya melalui rahmahenny45@gmail.com